INOVASI PENGEMBANGAN MANAJEMEN SEKOLAH BERBASIS RELIGIUS
INOVASI PENGEMBANGAN MANAJEMEN
SEKOLAH BERBASIS RELIGIUS
Oleh :
Isvia Fadhila Tama(15170013)
Rizky Wahyu Pratama (15170017)
Ahmad Ubaidillah Zain(15170026)
Muhammad Anwar Musaddad(15170041)
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2016
A.PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam dunia
pendidikan kita tidak asing lagi dengan pengembangan-pengembangan yang
dilakukan oleh institusi pendidikan yang ada di indonesia,terutama dalam
manajemen sekolah.dalam kurun tahun ini,banyak berbagai terobosan-terobosan
atau inovasi-inovasi dalam pengembangan manajemen sekolah,hal ini bertujuan
untuk menunjukan eksistensi kependidikan indonesia yang diharapkan dapat
mengimbangi tingkat pendidikan di negara lain.
Namun agama(religius)
sangat memiliki peran penting untuk memajukan pendidikan di negeri
ini,dikarenakan dalam agama terdapat beberapa nilai-nilai dan norma-norma yang
langsung ada kaitannya atas hal tersebut dalam mengatur umatnya.sesuai dengan
tema yang akan kami bahas tuntas dalam makalah ini yaitu yang ada kaitannya
pengembangan manajemen sekolah dengan keagamaan (religius).
Dengan adanya
kemajuan teknologi yang ada pada era modernisasi ini,maka kami tidak akan
melepas pendidikan begitu saja untuk mengikuti alur modernisasi.maka kami akan
menerapkan nuansa agamis dalam hal pengembangan manajemen sekolah yang berbasis
religius ini.apabila kita menerapkan hal ini pada sekolah maka tidak
memungkinkan lembaga pendidikan yang ada di indonesia ini dapat mengimbangi lembaga
pendidikan yang ada disekitarnya.maka disini kita akan mengkaji beberapa hal
yang berkaitan dengan pengembangan manajemen sekolah berbasis religius,diantaranya:
a).Pengertian dan ruang lingkup pengembangan manajemen sekolah
berbasis agama.
b).Nilai-nilai dasar pengembangan manajemen sekolah berbasis agama.
c) Fungsi manajemen sekolah berbasis agama.
d) Model-model menciptakan suasana keagamaan(religius) pada sekolah
e) Urgensi terciptanya suasana keagamaan (religius) pada sekolah
B.PEMBAHASAN
a)Pengertian dan Lingkup Pengembangan Manajemen sekolah Berbasis
agama
Menurut Edwin B. Flippo mendefinisikan pengembangan sebagai berikut : “Pendidikan
adalah berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman atas lingkungan
kita secara menyeluruh”.Sedangkan Andrew F. Sikula mendefinisikan pengembangan
sebagai berikut : “Pengembangan mengacu pada masalah staf dan personel adalah
suatu proses pendidikan jangka panjang menggunakan suatu prosedur yang
sistematis dan terorganisasi dengan mana manajer belajar pengetahuan konseptual
dan teoritis untuk tujuan umum”[1].Jadi
bisa kita simpulkan Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan
kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan/ jabatan melalui pendidikan dan latihan.
Sementara itu
manajemen pendidikan merupakan suatu seni dan ilmu mengelola sumber daya
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang efektif dan efisien serta
bersifat umum untuk semua aktivitas pendidikan pada umumnya.sedangkan manajemen
pendidikan islam lebih mengarah pada konteks pengembangan pendidikan islam,dimaksudkan
bagaimana menggunakan dan mengelola sumber daya pendidikan islam secara efektif
dan efisien untuk mencapai suatu pengembangan,kemajuan,dan kualitas proses
serta hasil pendidikan islam itu sendiri.Berbicara tentang manajemen
pendidikan,maka kita tidak jauh dari yang namanya lembaga pendidikan atau yang
sering disebut sekolah.dalam hal ini lembaga pendidikan adalah sebagai wadah
atau sebagai suatu perindustrian yang mulia(noble industry) karena
mengemban misi ganda yaitu:
·
Misi profit;yang
orientasinya untuk mencapai keuntungan,ini dapat dicapai pada saat efisiensi
dan efektivitas dana bisa tercapai sehingga menghasilkan pemasukan (income)
lebih besar dari operasionalnya.
·
Misi sosial;diorientasikan untuk mewariskan dan
menginternalisasikan nilai luhur.[2]
Sesuai dengan uraian diatas adanya manajemen pendidikan islam,dalam
arti manajemen yang diterapkan dalam pengembangan pendidikan yang
diselenggarakan dengan keinginan atau niat untuk mengintegrasikan nilai-nilai
islam,seperti dalam ruang lingkupnya terwujud dengan adanya:
1.
Pondok pesantren, madrasah diniyah atau pendidikan
keagamaan(islam)formal.
2.
PAUD/RA,Madrasah dan pendidikan lanjutannya seperti IAIN/STAIN
maupu universitas islam negeri dalam naungan departemen agama.
3.
PAUD/TK,sekolah/perguruan tinggi dalam naungan yayasan dan
organisasi islam
4.
Pelajaran agama islam di sekolah maupun perguruan tinggi
5.
Pendidikan islam dalam keluarga maupun masyarakat
b) Nilai-nilai
dasar pengembangan manajemen sekolah berbasis
agama(religi)
Beberapa ajaran dan
nilai-nilai islam yang terkait dengan
pengembangan manajemen sekolah berbasis agama sebagai berikut:
·
Me-manage sebuah sekolah tidak serta merta hanya mengatur
,dikarenakan jika suatu lembaga pendidikan hanya memiliki orientasi me-manage
tanpa ada suatu niatan yang sungguh-sungguh maka tidak akan bisa kita mengembangkan suatu lembaga
pendidikan tersebut.seperti dalam hadits
rasulullah SAW sebagai berikut:
انما الا عمال باالنيات"
Artinya :”hanyalah segala amal perbuatan itu harus dibarengi dengan
niat”
Niat merupakan pondasi awal suatu pekerjaan atau suatu perbuatan yang
nantinya akan diwujudkan dalam kenyataan pengembangan manajemen sekolah
berbasis islam.namun niat ini harus muncul dari hati yang bersih dan
suci,karena niat disini sama dengan kita mengharapkan ridha allah SWT atas apa
yang akan kita kerjakan yang disertai dengan mujahadah,yakni berusaha dengan sungguh-sungguh demi mewujudkan
niat dalam bentuk amal(perbuatan) dan konsistensi atas apa yang telah
direncanakannya.setelah niat itu sudah terwujud maka akan dilakukan muhasabah,yakni melakukan kontrol dan
evaluasi terhadap terhadap rencana yang akan dimplikasikan dalam pengembangan
manajemen sekolah berbasis agama(religi).[3]
·
Seperti yang kita ketahui islam merupakan agama amal atau
kerja,yang inti ajarannya
para hambanya
mendekati dan memperoleh ridho allah SWT melalui amal saleh yang memurnikan sikap penyembahan
kepadanya.seperti yang telah disebutkan pada al qur’an surat al kahfi ayat 110,yaitu:
قل انماانا بشرمثلكم يوحى الى انما الهكم اله واحد فمن كان يرجوا لقاء
ربه فليعمل عملا صا لحا ولا يشرك بعبادة ربه احدا
Artinya:Katakanlah:
"Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa".
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya".
Hal ini mengandung makna bahwa islam itu mengajarkan tentang
orientasi kerja,sebagaimana ungkapan yang menyatakan bahwa”penghargaan dalam
jahiliah berdasarkan keturunan,sedangkan penghargaan dalam islam berdasarkan
amal”[4].Tinggi
rendahnya derajat orang ditentukan oleh prestasi kerja atau kualitas amal
salehnya sebagai aktualisasi dari
imannya.
Nilai-nilai diatas
dapat kita jadikan sebagai kekuatan untuk mendorong sebuah etos kerja dalam
pengembanngan manajemen sekolah .secara etimologi etos kerja berasal dari
bahasa yunani “ethos” yang berarti watak ,sikap dan kebiasaan.dari kata etos
terambil pula kata “etika”dan “etis” yang lebih
mengacu pada yang bersifat akhlaqi.jadi bisa kita tarik kesimpulan bahwa
etos kerja adalah karakteristik,sikap atau kebiasaan,kualitas esensial
seseorang atau kelompok dalam bekerja.[5]
·
Dari poin yang kedua tadi kita bisa menggaris bawahi adanya
nilai-nilai esensial yang perlu ditegakkan dalam pengembangan manajemen sekolah
berbasis agama (religi) berupa watak,sikap serta kebiasaan pada seseorang
maupun sekelompok,yaitu “bekerja(me-manage pendidikan islam) adalah sebagai
ibadah yang harus dibarengi dengan niat ikhlas karena mencari ridho allah
SWT”.dalam hal ini ibnu taimiyah berpendapat,yaitu:
اسم جمع لكل ما يحبه الله ويرضه من الاقوال
والاعمال الظا هرة و بطنة
“ Semua yang disebut dengan setiap apa-apa yang disukai dan diridhoi allah
SWT,dari perkataan ,perbuatan dhohiroh maupun bathinah”[6]
c) Fungsi manajemen sekolah berbasis agama
1.
Agama sebagai Penentu sikap religius manusia
Pada dasarnya,
manusia itu dilahirkan dalam keadaan suci. Kesucian manusia itu biasanya
dikenal dengan istilah “fitrah”. Fitrah tersebut menjadikan diri manusia
memiliki sifat dasar kesucian, yang kemudian harus dinyatakan dalam sikap-sikap
yang suci pula kepada sesamanya. Sifat dasar kesucian itu biasanya dikenal
dengan istilah “hanifiyah”. Karena manusia memiliki sifat dasar hanifiyah maka
ia memiliki dorongan naluri ke arah kebaikan dan kebenaran atau kesucian. Pusat
dorongan hanifiyah itu terdapat dalam dirinya yang paling mendalam dan paling
murni, yang kemudian disebut dengan istilah “hati nurani”, artinya bersifat nur
atau cahaya.
Fitrah dan
hanifiyah yang dimiliki manusia merupakan kelanjutan dari perjanjian antara
manusia dan Tuhan, yaitu suatu perjanjian atau ikatan janji antara manusia,
sebelum ia lahir ke dunia, dengan Tuhan. Dalam perjanjian tersebut manusia
telah menyatakan bahwa ia akan mengakui Tuhan Allah sebgai Pelindung dan
Pemelihara (Rabb) satu-satunya bagi dirinya. Hal ini tercermin dalam
dialog antara Tuhan dengan ruh manusia, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an,
surat Al-A’raf ayat 172. “... bukankah Aku ini Tuhanmu? Kemudian ruh manusia
itu menjawab: Benar, kami telah menyaksikan”.
Berdasarkan
Al-Qur’an dan Al-Hadits, dalam diri manusia terdapat berbagai macam fitrah yang
antara lain adalah fitrah agama, fitrah suci, fitrah berakhlak, fitrah
kebenaran, dan fitrah kasih sayang.
1.
Fitrah Agama
Dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf: 172 dinyatakan bahwa fitrah
beragama sudah tertanam ke dalam jiwa manusia belum oleh Allah ke dalam
jasmaninya. Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam diri manusia sudah ada fitrah
untuk beragama. Fitrah agama yang ada dalam diri manusia itu ialah fitrah
beragama Islam.
2.
Fitrah Suci
Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa yang membuat manusia menjadi kotor
adalah dosa. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat
Al-Muthaffifiin ayat 14, yang artinya: “Tidak, sekali-kali tidak, bahkan
kotor (tertutup) hati mereka karena dosa-dosa yang mereka berjalan”.
Berdasarkan hadits tersebut dapat
dikatakan bahwa menurut Islam, manusia yang belum atau tidak berdosa adalah
suci. Manusia baru akan berdosa apabila ia sudah baligh kemudian melanggar
hukum Allah. Karena menurut Islam manusia yang belum baligh itu belum dibebani
untuk melaksanakan hukum Allah.
3.
Fitrah Berakhlak
Ajaran Islam menyatakan secara tegas sekali bahwa Nabi Muhammad SAW
diutus (oleh Allah) kepada manusia adalah untuk menyempurnakan moral/akhlak
manusia. Sebagaimana sabdanya: “Aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan
akhlak (moral) yang baik/mulia.” (H.R. Bukhari, Hakim, dan Baihaqi).
4.
Fitrah Kebenaran
Di dalam Al-Qur’an, Allah menyatakan bahwa manusia mempunyai
kemampuan untuk mengetahui kebenaran, sebagaimana firman-Nya yang artinya:
“Maka adapun orang-orang yang beriman, mereka mengetahui bahwa itu benar-benar
dari Tuhan mereka” (Q.S. al-Baqarah: 26).
5.
Fitrah Kasih Sayang
Menurut Al-Qur’an, dalam diri manusia telah diberi Allah fitrah
kasih sayang. Hal ini sebagaimana tercermin dalam firman-Nya yang artinya: “Dan
Dia jadikan di antara kamu percintaan dan kasih sayang” (Q.S. Ar-Rum: 21).
Karena manusia memiliki fitrah kasih sayang maka Allah memerintahkan kepada
manusia, supaya saling berpesan dengan kasih sayang.[7]
2.Agama Sebagai
Pembentuk Budaya Religius di sekolah/madrasah
Ada
beberapa alasan mengenai perlunya Pendidikan Agama Islam dikembangkan menjadi
budaya sekolah, yaitu :
1. Orang tua memiliki hak progretif untuk memilih
sekolah bagi anakanaknya, sekolah berkualitas semakin dicari, dan yang mutunya
rendah akan ditinggalkan. Ini terjadi hampir disetiap kota di Indonesia. Di era
globalisasi ini sekolah-sekolah yang bermutu dan memberi muatan agama lebih
banyak menjadi pilihan pertama bagi orang tua di berbagai kota. Pendidikan
keagamaan tersebut untuk menangkal pengaruh yang negatif di era globalisasi.
2.
Penyelengaraan pendidikan di sekolah (negeri dan swasta) tidak lepas dari
nilai-nilai, norma perilaku, keyakinan maupun budaya. Apalagi sekolah yang
diselenggarakan oleh yayasan Islam.
3. Selama ini banyak orang mepersepsi prestasi sekolah
dilihat dari dimensi yang tampak, bisa diukur dan dikualifikasikan, terutama
perolehan nilai UNAS dan kondisi fisik sekolah. Padahal ada dimensi lain,
yaitu soft, yang mencakup :
·
Nilai-nilai (value),
·
keyakinan (belief),
·
budaya dan norma perilaku,yang disebut sebagai the
human side of organization (sisi/aspek manusia dari organisasi) yang justru
lebih berpengaruh terhadap kinerja individu dan organisasi (sekolah) yang
unggul.
4. Budaya
sekolah mempunyai dampak yang kuat terhadap prestasi kerja. Budaya sekolah
merupakan faktor yang lebih penting dalam menentukan sukses atau gagalnya
sekolah. Jika prestasi kerja yang diakibatkan oleh terciptanya budaya sekolah
yang bertolak dari dan disemangati oleh ajaran dan nilai-nilai agama Islam,
maka akan bernilai ganda, yaitu dipihak sekolah itu sendiri akan memiliki keunggulan
kompetitif dan komparatif dengan tetap menjaga nilai-nilai agama sebagai akar
budaya bangsa, dan di lain pihak, para pelaku sekolah seperti kepala sekolah,
guru dan tenaga kependidikan lainnya, orang tua murid dan peserta didik itu
sendiri berarti telah mengamalkan nilai-nilai Ilahiyah, ubudiyah, dan
muamalah, sehingga memperoleh pahala yang berlipat ganda dan memiliki efek
terhadap kehidupannya kelak.[8]
Metode
pembiasaan yang sering disebut dengan pengkondisian (conditioning),
adalah upaya membentuk perilaku tertentu dengan cara mempraktekkannya secara
berulang-ulang.[9] Menurut Gagne metode ini
disebut metode langsung(direct method), karena metode ini digunakan
secara sengaja dan langsung untuk merubah perilaku.[10] Metode belajar
pengkondisian tergolong dalam pendekatan behaviorisme dan merupakan kelanjutan
dari teori belajar koneksionisme.Prinsip belajar yang diusung adalah bahwa
belajar merupakan hasil dari hubungan antara stimulus dan respon. Dalam teori
belajar koneksionisme atau teori stimulusrespon dijelaskan bahwa belajar adalah
modifikasi tingkah laku organisme/individu sebagai hasil kematangan dan
pengalaman[11].Kematangan dan pengalaman
merupakan hasil dari proses latihan terus menerus atau pembiasaan. Secara
praktis metode ini merekomendasikan agar proses pembelajaran memberikan
kesempatan kepada siswa untuk praktek langsung (direct experience) atau
menggunanakan pengalaman pengganti/tak langsung (vicarious experience)[12].Siswa
diberikan pengalaman langsung yaitu dengan membiasakan mereka bersikap dan
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di sekolah maupun
masyarakat. Praktek langsung membaca Al-Qur’an, bersalaman dengan guru,
melaksanakan shalat berjamaah merupakan contoh-contoh pemberian pengalaman
langsung.
Pada proses pembiasaan inilah proses
belajar terjadi sebab seseorang yang dikondisikan untuk membiasakan diri
melakukan perilaku tertentu berarti ia berusaha untuk menyesuaikan diri dengan
perilaku tersebut. Hal ini sejalan dengan pandangan Skinner,bahwa
belajar adalah proses adaptasi atau proses penyesuaian tingkah laku secara
progresif (process of progressive behavior adaptation).[13]Menurut
teori pengkondisian, perubahan perilaku yang merupakan hasil dari proses
belajar pembiasaan dapat diperoleh secara optimal apabila diberi penguatan (reinforcer).Penguatan
adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon.
Pengembangan budaya religius di sekolah adalah bagian dari pembiasaan penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan di sekolah dan di masyarakat. Pembiasaan ini memiliki tujuan untuk menanamkan nilai-nilai agama Islam yang diperoleh siswa dari hasil pembelajaran disekolah untuk diterapkan dalam perilaku siswa sehari-hari.Banyak hal bentuk pengamalan nilai-nilai religius yang bisa dilakukan di sekolah seperti ;
Pengembangan budaya religius di sekolah adalah bagian dari pembiasaan penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan di sekolah dan di masyarakat. Pembiasaan ini memiliki tujuan untuk menanamkan nilai-nilai agama Islam yang diperoleh siswa dari hasil pembelajaran disekolah untuk diterapkan dalam perilaku siswa sehari-hari.Banyak hal bentuk pengamalan nilai-nilai religius yang bisa dilakukan di sekolah seperti ;
·
saling mengucapkan salam ketika bertemu sesama muslim
·
pembiasaan
menjaga jarak antara laki-laki dan
perempuan
·
pembiasaan berdoa sebelum memulai kegiatan pembelajaran
·
sholat dhuha
·
dhuhur secara berjamaah,
·
mewajibkan siswa dan siswi menutup aurat,
·
hafalan surat-surat pendek dan pilihan dan lain
sebagainya.
Menurut Muhaimin,Strategi pengembangan budaya
agama dalam komunitas madrasah melalui tiga tataran, yaitu:
·
tataran nilai yang dianut,
·
tataran praktik keseharian,
·
dan tataran
symbol-simbol budaya.
Pada
tataran nilai yang dianut, perlu dirumuskan secara bersama-sama nilai-nilai
agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah, untuk selanjutnya di
bangun konmitmen dan loyalitas bersama di antara semua warga sekolah terhadap nilai-nilai
yang bersifat vertikal (hablu min Allah) dan Horizontal (Hablu min An
nas), dan hubungan dengan alam sekitarnya. Dalam tataran praktik
keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut diwujudkan
dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga sekolah.Dalam
tataran simbol-simbol budaya, pengembangan yang perlu dilakukan adalah
mengganti symbol-simbol budaya yang kurang sejalan dengan ajaran dan
nilai-nilai agama dengan symbol budaya yang agamis.Perubahan simbol dapat
dilakukan dengan mengubah model berpakaian dengan prinsip menutup aurat,
pemasangan hasil karya peserta didik, foto-foto, dan motto yang mengandung
pesan-pesan nilai keagamaan dan lain-lain.[14]Selanjutnya
Muhaimin menjelaskan bahwa strategi untuk membudayakan nilai-nilai agama di
madrasah dapat dilakukan melalui :
(1) Power
strategi, yakni strategi pembudayaan agama di madrasah dengan cara menggunakan kekuasaan atau melalui people’s
power, dalam hal ini peran kepala madrasah dengan segala kekuasaannya sangat dominan
dalam melakukan perubahan.
(2) persuasive
strategy, yang dijalankan lewat pembentukan opini dan pandangan
masyarakat warga madrasah.
(3) normative
re-educative. Artinya norma yang berlaku di masyarakat termasyarakatkan
lewat education, dan mengganti paradigm berpikir masyarakat madrasah yang lama
dengan yang baru.
Pada strategi pertama tersebut dikembangkan
melalui pendekatan perintah dan larangan atau reward dan punishment.
Sedangkan strategi kedua dan ketiga tersebut dikembangkan melalui pembiasaan,
keteladanan, dan pendekatan persuasif atau mengajak pada warganya dengan cara
yang halus, dengan memberikan alasan dan prospek baik yang bisa menyakinkan
mereka.[15]Strategi
–strategi tersebut bisa terlaksana dengan baik manakala ada sebuah kerjasama
yang baik antara semua waga sekolah, baik kepala sekolah sebagai manajer, guru,
karyawan dan siswa. Sehingga lingkungan religius lebih mudah diciptakan. Nuansa
religius di sekolah akan sangat sulit di ciptakan manakala kewajiban untuk
melaksanakan nilai-nilai agama hanya diwajibkan pada semua siswa. Hal ini akan
berdampak pada pembisaan siswa dimana dalam menjalankan nilai-nilai religius di
sekolah hanya pada tataran menunaikan kewajiban saja bukan pada proses
kesadaran. Akibatnya nilai-nilai agama yang menjadi sebuah pembiasaan di
sekolah tidak mampu membentuk karakter siswa di luar sekolah.
d) Model-model menciptakan suasana keagamaan(religius) pada sekolah
Model adalah
sesuatu yang dianggap benar, tetapi bersifat kondisional. Karena itu, model
penciptaan suasana religius sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi tempat
model itu diterapkan beserta nilai-nilai yang mendasarinya.[16]
1.
Model Struktural
Penciptaan
suasana religius dengan model struktural, yaitu penciptaan suasan religius yang
disemangati oleh adanya peraturan-peraturan, pembangunan kesan, baik dari dunia
luar atas kepemimpinan atau kebijakan suatu lembaga pendidikan atau suatu
organisasi.
2.
Model Formal
Penciptaan
suasana religius dengan model formal, yaitu penciptaan suasana religius yang
didasari atas pemahaman bahwa pendidikan agama adalah upaya manusia untuk
mengajarkan masalah-masalah kehidupan akhirat saja atau kehiduapan ruhani saja,
sehingga pendidikan agama dihadapkan dengan pendidikan non-keagamaan,
pendidikan ke-Islam-an dengan non-ke-Islam-an, pendidikan Kristen dengan
non-Kristen.
3.
Model Mekanik
Model mekanik
dalam menciptakan suasana religius adalah penciptaan suasana yang didasari oleh
pemahaman bahwa kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang
sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, yang
masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya.
4.
Model Organik
Penciptaan
suasana religius dengan model organik, yaitu penciptaan suasana religius yang
disemangati oleh adanya pandangan bahwa pendidikan agama adalah kesatuan atau
sebagai sistem (yang terdiri atas komponen-komponen yang rumit) yang berusaha
mengembangkan pandangan atau semangat hidup agamis, yang dimanifestasikan dalam
sikap hidup dan keterampilan hidup yang religius.
e) Urgensi terciptanya suasana keagamaan (religius) pada sekolah
Berbicara tentang suasana religius merupakan bagian dari kehidupan
religius yang tampak dan untuk mendekati pemahaman kita tentang hal tersebut,
terlebih dahulu perlu dijelaskan tentang religius.
Keberagaman atau religius dapat diwujudkan dalam berbagai sisi
kehidupan manusia. Akivitas beragama tidak hanya terjadi ketika seseorang
melakukan perilaku ritual (beribadah), tetapi juga ketika melakukan aktivitas
lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya yang berkaitan
dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat dengan mata, tetapi juga
aktivitas yang tidak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Karena itu,
keberagaman seseorang akan meliputi berbagai macan sisi atau dimensi.
Glock & Stark (1966) menjelaskan bahwa agama adalah sistem
simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan,
yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang
paling maknawi (ultimate meaning). Menurut Glock & Stark dalam
Restson (1988), ada lima macam dimensi keberagamaan[17],
yaitu:
1.
Dimesi keyakinan
Dimensi yang berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius
berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin
tersebut.
2.
Dimensi praktik agama
Dimensi yang mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang
dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.
3.
Dimensi pengalaman
Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama
mengandung pengharapan-pengharapan tertentu. Dimensi ini berkaitan dengan
dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan
sensasi-sensasi yang dialami seseorang.
4.
Dimensi pengetahuan agama
Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama
paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar
keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.
5.
Dimensi pengamalan
Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakian
keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.
C.KESIMPULAN
a) Pengembangan manajemen sekolah adalah suatu usaha dan
seni dalam mengelola sumber daya pendidikan untuk meningkatkan kemampuan
teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan/ jabatan melalui pendidikan dan latihan demi tecapainya tujuan
pendidikan yang efektif dan efisien serta bersifat umum pada suatu institusi
pendidikan yang memiliki nilai industri mulia,dikarenakan memiliki misi ganda
yaitu misi profit dan sosial yang mana keduanya memiliki orientasi yang berbeda
Misi profit lebih ke
bagaimana mencapai keuntungan yang dicapai pada saat efisiensi dan efektivitas
dana bisa tercapai sehingga menghasilkan pemasukan (income) lebih besar
dari operasionalnya.
Misi sosial lebih untuk
mewariskan dan menginternalisasikan nilai luhur,yang langsung menuju pada ruang
lingkup pengembangannya berdasarkan nilai-nilai islam antara lain:
1.
Pondok pesantren, madrasah diniyah atau pendidikan
keagamaan(islam)formal.
2.
PAUD/RA,Madrasah dan pendidikan lanjutannya seperti IAIN/STAIN
maupu universitas islam negeri dalam naungan departemen agama.
3.
PAUD/TK,sekolah/perguruan tinggi dalam naungan yayasan dan
organisasi islam
4.
Pelajaran agama islam di sekolah maupun perguruan tinggi
5.
Pendidikan islam dalam keluarga maupun masyarakat
b) Beberapa ajaran dan
nilai-nilai islam yang terkait dengan
pengembangan manajemen sekolah
berbasis agama sebagai berikut:
·
Me-manage sebuah sekolah tidak serta merta hanya mengatur
,dikarenakan jika suatu lembaga pendidikan hanya memiliki orientasi me-manage
tanpa ada suatu niatan yang sungguh-sungguh maka tidak akan bisa kita mengembangkan suatu lembaga
pendidikan tersebut.seperti dalam hadits
rasulullah SAW sebagai berikut:
انما الا عمال باالنيات
Artinya :”hanyalah segala amal perbuatan itu harus dibarengi dengan
niat”
Niat merupakan pondasi awal suatu pekerjaan atau suatu perbuatan yang
nantinya akan diwujudkan dalam kenyataan pengembangan manajemen sekolah
berbasis islam.namun niat ini harus muncul dari hati yang bersih dan
suci,karena niat disini sama dengan kita mengharapkan ridha allah SWT atas apa
yang akan kita kerjakan yang disertai dengan mujahadah,yakni berusaha dengan sungguh-sungguh demi mewujudkan
niat dalam bentuk amal(perbuatan) dan konsistensi atas apa yang telah
direncanakannya.setelah niat itu sudah terwujud maka akan dilakukan muhasabah,yakni melakukan kontrol dan
evaluasi terhadap terhadap rencana yang akan dimplikasikan dalam pengembangan
manajemen sekolah berbasis agama(religi)
·
Seperti yang kita ketahui islam merupakan agama amal atau
kerja,yang inti ajarannya para hambanya mendekati dan memperoleh ridho allah
SWT melalui amal saleh yang memurnikan sikap penyembahan kepadanya.seperti yang
telah disebutkan pada al qur’an surat al
kahfi ayat 110,yaitu:
قل انماانا بشرمثلكم يوحى الى انما الهكم اله واحد فمن كان يرجوا لقاء
ربه فليعمل عملا صا لحا ولا يشرك بعبادة ربه احدا
Artinya:Katakanlah:
"Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa".
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya".
Hal ini
mengandung makna bahwa islam itu
mengajarkan tentang orientasi kerja,sebagaimana ungkapan yang menyatakan
bahwa”penghargaan dalam jahiliah berdasarkan keturunan,sedangkan penghargaan
dalam islam berdasarkan amal”.Tinggi rendahnya derajat orang ditentukan oleh
prestasi kerja atau kualitas amal salehnya sebagai aktualisasi dari imannya.
Nilai-nilai diatas dapat kita jadikan sebagai kekuatan untuk
mendorong sebuah etos kerja dalam pengembanngan manajemen sekolah .secara
etimologi etos kerja berasal dari bahasa yunani “ethos” yang berarti watak
,sikap dan kebiasaan.dari kata etos terambil pula kata “etika”dan “etis” yang
lebih mengacu pada yang bersifat
akhlaqi.jadi bisa kita tarik kesimpulan bahwa etos kerja adalah
karakteristik,sikap atau kebiasaan,kualitas esensial seseorang atau kelompok
dalam bekerja.
·
Dari poin yang kedua tadi kita bisa menggaris bawahi adanya
nilai-nilai esensial yang perlu ditegakkan dalam pengembangan manajemen sekolah
berbasis agama (religi) berupa watak,sikap serta kebiasaan pada seseorang
maupun sekelompok,yaitu “bekerja(me-manage pendidikan islam) adalah sebagai
ibadah yang harus dibarengi dengan niat ikhlas karena mencari ridho allah
SWT”.dalam hal ini ibnu taimiyah berpendapat,yaitu:
اسم جمع لكل ما يحبه الله ويرضه من الاقوال
والاعمال الظا هرة و بطنة
“ Semua yang disebut dengan setiap apa-apa yang disukai dan diridhoi allah
SWT,dari perkataan ,perbuatan dhohiroh maupun bathinah”
c) Fungsi manajemen sekolah berbasis
agama
1.
Agama sebagai pembentuk sikap manusia
Awalnya manusia diciptakan dalam keadaan suci yang menjadikan diri
manusia memilki sifat dasar kesucian.Terkadang kesucian sering disebut dengan
istilah “hanifiyah”,ketika manusia memiliki sifat dasar hanifiyah maka secara
tidak langsung manusia akan didorong ke arah kebaikan dan kebenaran.sehingga
terwujudnya hati nurani.
Berdasarkan sumber lainnya,yaitu al-quran dan hadits,bahwa diri
manusia dibagi atas macam-macam
fitrah,antara lain: fitrah agama,fitrah suci,fitrah berakhlak,fitrah kebenaran
dan fitrah kasih sayang.
d) model-model menciptakan suasana religius pada sekolah
·
Model struktural : menciptakan suasana religius yang didukung oleh
peraturan-peraturan,pembangunan kesan,baik dari dalam maupun pihak luar
·
Model formal :terciptanya suasana religius dengan berdasarkan
pendidikan agama sebagai salah satu upaya untuk mengajarkan masalah-masalah
kehidupan dunia maupun akhirat
·
Model mekanik :berdasarkan pemahaman bahwa kehidupan terdiri dari
berbagai aspek; pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan
seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut
fungsinya.
·
Model organik : bahwa pendidikan agama adalah kesatuan atau sebagai
sistem (yang terdiri atas komponen-komponen yang rumit) yang berusaha
mengembangkan pandangan atau semangat hidup agamis, yang dimanifestasikan dalam
sikap hidup dan keterampilan hidup yang religius.
2.
Agama Sebagai Pembentuk Budaya Religius di sekolah/madrasah
Ada beberapa alasan mengenai perlunya Pendidikan Agama
Islam dikembangkan menjadi budaya sekolah, yaitu :
1. Orang tua memiliki hak progretif untuk memilih
sekolah bagi anakanaknya, sekolah berkualitas semakin dicari, dan yang mutunya
rendah akan ditinggalkan. Ini terjadi hampir disetiap kota di Indonesia. Di era
globalisasi ini sekolah-sekolah yang bermutu dan memberi muatan agama lebih
banyak menjadi pilihan pertama bagi orang tua di berbagai kota. Pendidikan
keagamaan tersebut untuk menangkal pengaruh yang negatif di era globalisasi.
2.
Penyelengaraan pendidikan di sekolah (negeri dan swasta) tidak lepas dari
nilai-nilai, norma perilaku, keyakinan maupun budaya. Apalagi sekolah yang
diselenggarakan oleh yayasan Islam.
3. Selama ini banyak orang mepersepsi prestasi sekolah
dilihat dari dimensi yang tampak, bisa diukur dan dikualifikasikan, terutama
perolehan nilai UNAS dan kondisi fisik sekolah. Padahal ada dimensi lain,
yaitu soft, yang mencakup :
·
Nilai-nilai (value),
·
keyakinan (belief),
·
budaya dan norma perilaku,yang disebut sebagai the
human side of organization (sisi/aspek manusia dari organisasi) yang justru
lebih berpengaruh terhadap kinerja individu dan organisasi (sekolah) yang
unggul.
4. Budaya
sekolah mempunyai dampak yang kuat terhadap prestasi kerja. Budaya sekolah
merupakan faktor yang lebih penting dalam menentukan sukses atau gagalnya
sekolah. Jika prestasi kerja yang diakibatkan oleh terciptanya budaya sekolah
yang bertolak dari dan disemangati oleh ajaran dan nilai-nilai agama Islam,
maka akan bernilai ganda, yaitu dipihak sekolah
itu sendiri akan memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif dengan
tetap menjaga nilai-nilai agama sebagai akar budaya bangsa, dan di lain pihak, para
pelaku sekolah seperti kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya, orang
tua murid dan peserta didik itu sendiri berarti telah
mengamalkan nilai-nilai Ilahiyah, ubudiyah, dan muamalah, sehingga memperoleh
pahala yang berlipat ganda dan memiliki efek terhadap kehidupannya kelak.Metode
pembiasaan yang sering disebut dengan pengkondisian (conditioning),
adalah upaya membentuk perilaku tertentu dengan cara mempraktekkannya secara
berulang-ulang.
Hal ini
sejalan dengan pandangan Skinner,bahwa belajar adalah proses adaptasi
atau proses penyesuaian tingkah laku secara progresif (process of
progressive behavior adaptation).Menurut teori pengkondisian,
perubahan perilaku yang merupakan hasil dari proses belajar pembiasaan dapat
diperoleh secara optimal apabila diberi penguatan (reinforcer).Penguatan
adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon.
Pengembangan budaya religius di sekolah adalah bagian dari pembiasaan penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan di sekolah dan di masyarakat. Pembiasaan ini memiliki tujuan untuk menanamkan nilai-nilai agama Islam yang diperoleh siswa dari hasil pembelajaran disekolah untuk diterapkan dalam perilaku siswa sehari-hari.Banyak hal bentuk pengamalan nilai-nilai religius yang bisa dilakukan di sekolah seperti ;
Pengembangan budaya religius di sekolah adalah bagian dari pembiasaan penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan di sekolah dan di masyarakat. Pembiasaan ini memiliki tujuan untuk menanamkan nilai-nilai agama Islam yang diperoleh siswa dari hasil pembelajaran disekolah untuk diterapkan dalam perilaku siswa sehari-hari.Banyak hal bentuk pengamalan nilai-nilai religius yang bisa dilakukan di sekolah seperti ;
·
saling mengucapkan salam ketika bertemu sesama muslim
·
pembiasaan
menjaga jarak antara laki-laki dan
perempuan
·
pembiasaan berdoa sebelum memulai kegiatan pembelajaran
·
sholat dhuha
·
dhuhur secara berjamaah,
·
mewajibkan siswa dan siswi menutup aurat,
·
hafalan surat-surat pendek dan pilihan dan lain
sebagainya.
Menurut
Muhaimin,Strategi pengembangan budaya agama dalam komunitas madrasah melalui
tiga tataran, yaitu:
·
tataran nilai yang dianut,
·
tataran praktik keseharian,
·
dan tataran
symbol-simbol budaya.
Pada
tataran nilai yang dianut, perlu dirumuskan secara bersama-sama nilai-nilai
agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah, untuk selanjutnya di
bangun konmitmen dan loyalitas bersama di antara semua warga sekolah terhadap
nilai-nilai yang bersifat vertikal (hablu min Allah) dan Horizontal (Hablu
min An nas), dan hubungan dengan alam sekitarnya. Dalam tataran praktik
keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut diwujudkan
dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga sekolah.Dalam
tataran simbol-simbol budaya, pengembangan yang perlu dilakukan adalah
mengganti symbol-simbol budaya yang kurang sejalan dengan ajaran dan
nilai-nilai agama dengan symbol budaya yang agamis.Perubahan simbol dapat
dilakukan dengan mengubah model berpakaian dengan prinsip menutup aurat,
pemasangan hasil karya peserta didik, foto-foto, dan motto yang mengandung
pesan-pesan nilai keagamaan dan lain-lain.Selanjutnya Muhaimin menjelaskan bahwa
strategi untuk membudayakan nilai-nilai agama di madrasah dapat dilakukan
melalui :
(1) Power
strategi, yakni strategi pembudayaan agama di madrasah dengan cara menggunakan kekuasaan atau melalui people’s
power, dalam hal ini peran kepala madrasah dengan segala kekuasaannya sangat dominan
dalam melakukan perubahan.
(2) persuasive
strategy, yang dijalankan lewat pembentukan opini dan pandangan
masyarakat warga madrasah.
(3) normative
re-educative. Artinya norma yang berlaku di masyarakat termasyarakatkan
lewat education, dan mengganti paradigm berpikir masyarakat madrasah yang lama
dengan yang baru.
Pada strategi pertama tersebut dikembangkan
melalui pendekatan perintah dan larangan atau reward dan punishment.
Sedangkan strategi kedua dan ketiga tersebut dikembangkan melalui pembiasaan,
keteladanan, dan pendekatan persuasif atau mengajak pada warganya dengan cara
yang halus, dengan memberikan alasan dan prospek baikyang bisa menyakinkan
mereka.Strategi –strategi tersebut bisa terlaksana dengan baik manakala ada
sebuah kerjasama yang baik antara semua waga sekolah, baik kepala sekolah
sebagai manajer, guru, karyawan dan siswa.
e) Urgensi terciptanya suasana keagamaan (religius) pada
sekolah
Aktivitas beragama
tidak hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual(ibadah),tetapi
saat melakukan aktivitas sehari-hari yang didorong kekuatan supranatural.karena
keberagaman seseorang akan meliputi berbagai macam isi dimensi.
Glock & Stark (1966) dalam Ancok 91995:76) menjelaskan bahwa
agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku
yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang
dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Menurut Glock
& Stark dalam Restson, ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu:
·
Dimensi keyakinan:berisi tentang pengharapan-pengharapan seorang
yang beragama berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui
kebenaran doktrin.
·
Dimensi praktik agama : mencakup perilaku pemujaan,ketaatan dan
hal-hal yang dilakukan menunjukkan komitmen terhadap agamanya.
·
Dimensi pengalaman :memperhatikan fakta bahwa semua agama
mengandung pengharapan-pengharapan tertentu yang ada kaitannya dengan pengalaman
keagamaan,perasaan-perasaan,persepsi-persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami
seseorang.
·
Dimensi pengetahuan agama: harapan orang-orang beragama memiliki
pengetahuan dan dasar-dasar keyakinan,sifat-sifat,kitab suci dan
tradisi-tradisi.
·
Dimensi pengamalan : mengacu pada identifikasi akibat-akibat
keyakinan keagamaan,praktik,pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke
hari.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Syaikh,Abd
al-Rahman Hasan,”Fath al-Majid Syarh Kitab Tauhid”.Beirut: Dar al-Fikr,1992.
Hergenhahn B.R.,
dan Olson Matthew H., An Introduction to Theories of Learning (Prentice
Hall International, Fifth Edition, 1997).
Muhaimin,et al.”Paradigma
Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah’.Bandung:Remaja
Rosdakarya,2002,Cet II.
Muhaimin,sutiah,sugeng
listyo prabowo,”manajemen pendidikan aplikasinya dalam penyusunan rencana
pengembangan sekolah/madrasah,(cet.IV;Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2012).
Muhaimin, Nuansa
Baru Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada, 2006).
Muhaimin,Pemikiran
dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam,(Jakarta:Rajawali
Press,2008).
Muhibbin Syah, Psikologi
Belajar (Jakarta: Rajawali Press, 2009).
Nurcholis madjid,”Islam
Agama Kemanusiaan”.Jakarta:Paramadina,1995.
Robert M. Gagne Et All.,
Principles of Instructional Design - Fifth Edition (Thomson Learning,
Belmont-CA, 2005).
Wina Sanjaya, Strataegi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, Cet. 6, 2009).
Zakiah Darajat, dkk., Metodik
Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara dan Dirjen Binbaga
Depag RI, 1995).
[2] Muhaimin,sutiah,sugeng listyo prabowo,”manajemen
pendidikan aplikasinya dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah/madrasah,(cet.IV;Jakarta:Kencana
Prenada Media Group,2012),h.5-6
[3] Muhaimin,sutiah,sugeng listyo prabowo,”manajemen
pendidikan aplikasinya dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah/madrasah,(cet.IV;Jakarta:Kencana
Prenada Media Group,2012),h.7-8
[4] Nurcholis madjid,”Islam Agama Kemanusiaan”.Jakarta:Paramadina,1995.
[5] Muhaimin,et al.”Paradigma Pendidikan Islam
Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah’.Bandung:Remaja
Rosdakarya,2002,Cet II.
[7] Muhaimin,Sutiah,Nur Ali,Paradigma
Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah(Cet.I;Bandung:Remaja
Rosdakarya,2001)
[8] Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam (Jakarta:
PT. Rajawali Grafindo Persada, 2006), hlm. 133-136.
[9] Wina Sanjaya, Strataegi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, Cet. 6, 2009),
hlm. 118.
[10] Robert M. Gagne Et All., Principles of
Instructional Design - Fifth Edition (Thomson Learning, Belmont-CA, 2005),
hlm. 96
[11] Zakiah Darajat, dkk., Metodik Khusus
Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara dan Dirjen Binbaga Depag RI,
1995), hlm. 5.
[12] Hergenhahn B.R., dan Olson Matthew H., An
Introduction to Theories of Learning (Prentice Hall International, Fifth
Edition, 1997), hlm. 326.
[16] Muhaimin,Sutiah,Nur Ali,Paradigma
Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah(Cet.I;Bandung:Remaja
Rosdakarya,2001)
[17] Muhaimin,Sutiah,Nur Ali,Paradigma
Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah(Cet.I;Bandung:Remaja
Rosdakarya,2001)
Komentar
Posting Komentar